Ribuan orang dari berbagai pulau di nusantara datang ke
Gunung Kemukus. Mereka melakukan ritual seks untuk mendapatkan naib baik atau
pesugihan. Karena itulah jurnalis SBS Patrick Abboud yang membuat laporan jurnalistik
tentang ritual itu menyebut Gunung Kemukus sebagai gunung seks.
Di puncak gunung setinggi 300 meter di atas permukaan laut
itu terdapat bangunan joglo. Di dalam bangunan itulah terdapat tiga makam.
Sebuah makam dengan ukuran lebih besar –yang ditutupi kelambu putih- diyakini
milik Pangeran Samudra dan ibunya, Ontrowulan. Sementara dua lainnya diyakini
milik abdi mereka.
Konon ritual seks itu berawal dari perselingkuhan antara
Pangeran Samudra dengan ibu tirinya. Setelah ketahuan, mereka melarikan diri ke
Gunung Kemukus. Di sini mereka terus melakukan hubungan terlarang hingga
tertangkap dan dibakar hidup-hidup oleh penduduk. Jasa mereka lalu dimakamkan
di Gunung Kemukus. Entah bgaimana ceritanya akhirnya muncul mitos bagi mereka
yang mengikuti jejak kedua insan itu dalam hal berhubungan seks di kawasan
Gunung Kemukus akan mendapatkan pesugihan.
Akibat ritual seks yang diwariskan secara turun-temurun, di
kawasan dekat makam muncul deretan gubuk-gubuk untuk melakukan ritual tersebut.
Hubungan seks dilakukan dengan pasangan yang dibawa dari rumah maupun yang
ditemukan di tempat itu. Ini memang sangat kontradiktif dengan ajaran Islam.
Tapi anehnya masyarakat dan pemerintah setempat tak pernah mengusiknya karena
dianggap sebagai tradisi dan wisata. Selanjutnya muncul tempat-tempat prostitui
terselubung dan rumah-rumah karaoke.
Ritual seks di kawasan Sangiran, Sragen itu dilakukan setiap
malam Jumat, khususnya Pon dalam penanggalan Jawa. Banyak peziarah datang untuk
melakukan doa-doa di sekitar makam Pangeran Samudro, yang dilanjutkan dengan
ritual hubungan seks. Obboud menuturkan siapapun yang datang untuk mencari pesugihan
harus melakukan ritual tersebut selama tujuh kali. "Ini cerita yang sangat
aneh. Beberapa tahun lalu saya membaca tentang ini, dan saya tertarik untuk
datang kesana. Dan saya menemukan hal yang mengejutkan," ucap Obboud.
Ritual kuno ini dimulai sejak abad ke-16, dan dipercaya bisa
membawa keberuntungan dan kebaikan selama hidup. Dari pria yang sudah menikah,
ibu rumah tangga, hingga pegawai pemerintah, berpartisipasi di dalam ritual
tersebut. Tidak ada yang tabu selama di sana, siapapun yang datang akan
melakukannya. "Ini adalah tradisi yang ada di Jawa yang berbeda dengan
yang lainnya di Indonesia, ritual ini merupakan perpaduan dari Islam, Hindu dan
Budhha," tambah Abboud.