Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia
(Persepi) memutuskan untuk mengeluarkan Jaringan Suara Indonesia (JSI) serta
Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) dari keanggotaan
Persepi.
Keputusan itu merupakan hasil audit terhadap delapan lembaga
survei yang merupakan anggota Persepi. “Dengan tidak memenuhi panggilan untuk
mempresentasikan hasil quick count, Dewan Etik Persepi menganggap kedua lembaga
tersebut tidak memiliki iktikad baik untuk mempertanggungjawabkan kegiatan
ilmiah yang sudah menimbulkan kontroversi di masyarakat,” kata anggota Dewan
Etik Persepi, Hari Wijayanto, Rabu (16/07).
Mantan ketua departemen statistik Institut Pertanian Bogor
itu menambahkan:
“Dewan Etik Persepi memutuskan Jaringan Suara Indonesia
serta Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Strategis telah melanggar kode etik
dan dikeluarkan dari keanggotaan Persepi.”
Lebih lanjut, anggota Dewan Etik Persepi lainnya, Hamdi
Muluk, mengaku akan memberi rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum mengenai
kredibilitas JSI serta Puskaptis.
“Kalau prosesnya
ilmiahnya saja mereka tidak mau buka, bagaimana kita percaya dengan hasilnya?
Kita akan kasih rekomendasi, namun KPU yang berwenang untuk mencoret dari
daftar lembaga survei atau tidak,” kata Hamdi kepadaa media.
Pada pemilihan presiden 9 Juli lalu, Cyrus Network-Centre
for Strategic and International Studies (CSIS), Lembaga Survei Indonesia (LSI),
Saiful Mujani Research Centre (SMRC), Indikator Politik, Poltracking, dan
Populi Center menunjukkan pasangan calon presiden-wakil presiden Joko
Widodo-Jusuf Kalla unggul atas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Di sisi lain, hasil hitung cepat JSI dan Puskaptis
menunjukkan calon presiden-wakil presiden Prabowo-Hatta unggul dengan selisih
1%-2% suara.
Sebetulnya masih ada empat lagi lembaga survey yang
melakukan quick count, yaitu Litbang Kompas, RRI, IRC dan LSN. Namun keempat
lembaga itu tidak ikut diaudit karena bukan anggota Persepi.
Puskaptis
Saat dihubungi secara terpisah, Ketua Puskaptis Husin Yazid
menyatakan audit seharusnya dilakukan setelah 22 Juli 2014 mendatang. “Lembaga
negara yang berhak mengumumkan siapa calon presiden yang menang atau kalah kan
KPU, ya kita tunggu pengumuman KPU tanggal 22 Juli. Setelah tanggal 22 Juli,
ketika ketahuan siapa yang salah, siapa yang benar, baru audit dilakukan. Kalau
audit sekarang, hak siapa?” kata Husin kepada media.
“Mereka ini secara
terbuka menyatakan mendukung capres nomor dua. Lalu, selain tidak independen,
auditor tidak cukup pengalamannya secara teknis tentang quick count. Kalau mau
benar prosesnya audit tidak bisa dilakukan hanya dua jam, minimum dua hari.”
Ketika ditanya mengenai keputusan Persepi yang mengeluarkan
Puskaptis, Husin menegaskan dirinya tidak ada masalah. “Apa ruginya buat saya?
Kita akan buat asosiasi baru lagi. Nah, sekarang pertanyaan lagi. Kalau
anggota-anggota Persepi lainnya salah (dalam quick count), mau bagaimana?
Persepi siap dibubarkan?”
Sanksi untuk Lembaga Survey
Pimpinan LSM Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem) Veri Junaedi mengatakan perdebatan mengenai pengawasan dan sanksi
terhadap lembaga survei telah berlangsung beberapa tahun terakhir, bahkan
setelah Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 mengenai pemilu legislatif
dikeluarkan.
Keikutsertaan lembaga survei memang diatur dalam Pasal 246
dan Pasal 247 UU nomor 8 tahun 2012. Namun, kedua pasal tersebut tidak
menyebutkan mengenai pengawasan lembaga survei. Satu-satunya sanksi disebutkan
pada Pasal 291 mengenai pihak yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat
tentang pemilu dalam masa tenang.
Oleh karena itu, Veri menyarankan agar KPU menggandeng
asosiasi survei yang kredibel sehingga hasil hitung cepat lembaga-lembaga
survei dapat diaudit. “Namun, tantangan ke depan adalah asosiasi mana yang akan
digandeng KPU. Apalagi, jika asosiasi-asosiasinya banyak seperti asosiasi
advokat. Bagaimanapun, ide untuk bekerja sama dengan asosiasi lembaga survei
untuk memperkuat fungsi pengawasan adalah ide yang bagus,” tutup Veri.