Selasa, 22 Juli 2014

Kampanye Hitam Sebabkan Jokowi Hanya Menang Tipis

Kampanye hitam sebetulnya  sudah terjadi sejak beberapa bulan sebelum pemilihan legislatif  9 April 2014. Kampanye yang berbasis fitnah tanpa fakta ini terus menggelinding sampai menjelang pilpres 9 Juli 2014. Dan dampaknya luar biasa. Akibat kampanye hitam PDIP yang sebelumnya diramalkan bisa meraih suara dalam pileg di atas 25% hanya bisa menang dengan angka sektiar 19% saja.


Seperti dilansir tempo.co, ada 9 kampanye hitam yang kemungkinan menjadi pengikis suara PDIP, yaitu:
1. Jokowi Yes, PDIP No
Isu ini beredar di kalangan kelompok menengah perkotaan sekitar sepekan sebelum pencoblosan. Dalihnya, banyak politikus PDIP yang korup sekaligus menciptakan check and balances jika Jokowi menjadi presiden nanti. Sekretaris Jenderal PDIP menyatakan isu itu merupakan bagian dari manuver intelijen. Tanggapan pun muncul dari Koordinator Kader dan Simpatisan PDIP Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi dan Jokowi. “Yang benar adalah Jokowi Yes, PDIP Yes,” kata Jokowi pada 3 April 2014.
2. Jokowi Presiden Boneka
Calon presiden dari Partai Gerindra Prabowo Subianto menyindir Jokowi sebagai calon presiden boneka yang diduga akan diintervensi oleh Megawati. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristyanto menjawab pada Maret 29 Maret 2014 dengan menyatakan, "Jokowi memang calon presiden wayang, tapi dalangnya rakyat."
3. Putra Sulung Jokowi Terima Suap
Putra sulung Jokowi dituding menerima Rp 2 miliar dana suap proyek busway. Informasi tanpa sumber yang jelas ini menyebutkan bahwa Michael Bimo Putranto, bekas Ketua Tim Sukses Jokowi di Solo pada 2005, yang memberikan uang itu. Nama Bimo pertama muncul di majalah Tempo dalam laporan utama mengenai proyek pengadaan 656 bus asal Tiongkok untuk busway senilai Rp 1,5 triliun yang bermasalah.
Kabar semakin hangat dan seolah benar karena disebutkan juga bahwa informasi soal putra sulung Jokowi itu diperoleh dari sumber internal Tempo. Tempo sendiri tak memiliki informasi tadi, apalagi menyebarkan informasi tak jelas tersebut.  Jokowi juga telah membantah tudingan itu. “Namanya isu politik, diaduk-aduk itu biasa. Dapet aja mereka isunya,” kata Jokowi pada 8 April 2014.
4. Jokowi Presiden, Menteri Agama dari Kaum Syiah
Isu ini dikaitkan dengan pakar ilmu komunikasi Jalaluddin Rahmat, penganut Syiah yang juga calon anggota DPR dari PDIP di daerah pemilihan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat (Jawa Barat II).
Eriko Sotarduga mengatakan partainya enggan menanggapi kampanye hitam yang menyerang partai. Alasannya, isu akan menjadi bola liar bila PDI Perjuangan menanggapi. Eriko mengatakan PDIP ingin menunjukan cara politik yang santun tanpa menjelek-jelekkan kelompok lain.
5. Jokowi Penganut Syiah
Dalam blog Kompasiana pada 20 Maret 2014 muncul informasi bahwa istri Jalaluddin Rahmat yakin suaminya masuk daftar calon legislatif dari PDIP karena Jokowi juga penganut Syiah. Kang Jalal, begitu nama panggilan Jalaluddin, berada di nomor urut dalam daftar calon legislatif PDIP di daerah pemilihan Jawa Barat II.
Menurut penuturan Teten Masduki kepada Tempo pada Maret lalu, posisi itu sedianya jatah suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas. Setelah Taufiq meninggal, posisi itu ditawarkan kepada Teten. Namun, mantan calon Wakil Gubernur Jawa Barat itu menolak. “Saya tak cocok di parlemen,” ujar Teten.
PDIP, kata Eriko, enggan menanggapi tuduhan ini. "Lebih baik kita intropeksi diri. Ketika satu jari menunjuk ke depan, tiga jari lainnya mengarah ke kita," kata Eriko.
6. Foto Jokowi Bayi di Gendongan Megawati
Sepekan sebelum pemilu legislatif beredar di media sosial foto rekayasa Jokowi menjadi bayi yang digendong Mega. Foto ini seakan menegaskan tuduhan Jokowi berada di bawah bayang-bayang Mega.
Menurut Eriko, melihat rekam jejak Jokowi, pemerintahan Jokowi tak akan menungkin diintervensi oleh Mega. Buktinya, Jokowi tak pernah disetir selama dua periode memimpin Kota Solo dan saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.
7. PDIP Pengkhianat Perjanjian Batu Tulis
Prabowo menyatakan bahwa dalam perjanjian Batu Tulis pada 2009, Mega sepakat mendukung Prabowo menjadi calon presiden pada 2014 jika dirinya tak mencalonkan diri. Dengan mengajukan Jokowi sebagai calon presiden, Mega dan PDIP dianggap mengkhianati perjanjian. Atas tuduhan Prabowo, PDIP membantah ada poin perjanjian itu.
8. PDIP Tukang Jual Aset Negara
Isu ini mengacu pada penjualan sejumlah aset negara, antara lain perusahaan telekomunikasi Indosat, ketika Mega menjabat Presiden RI pada 2001-2004.
Eriko mengatakan penjualan aset-aset tersebut dilakukan atas dasar Ketetapan MPR. Sebagai mandataris MPR, kata Eriko, Megawati kala itu tak bisa berbuat apa-apa dan hanya melaksanakan amanat TAP MPR.
9. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan Waktu Pemerintahan Megawati
Eriko menjelaskan masalah sengketa Sipadan dan Ligitan sudah ada sejak zaman Orde Baru. Ketika Megawati menjadi presiden, kasus itu sudah masuk ke Mahkamah Internasional dan tinggal menunggu keputusan.              

Pengaruh kampanye hitam terhadap elektabilitas Jokowi, diungkapkan dalam  Survei Indikator Politik Indonesia. Selain 9 tema kampanye hitam yang disebutkan di atas, Jokowi diserang kampanye hitam lewat  isu SARA seperti Jokowi keturunan Tionghoa dan Kristen serta anti-islam. "Kampanye hitam terkait isu Kristen dan Tionghoa ternyata efektif menurunkan elektabilitas Jokowi," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam Seminar Nasional "Memilih Presiden yang Pro Kelestarian Lingkungan dan HAM", di Jakarta, Rabu.

Menurut Burhanuddin, tren Jokowi masih unggul namun dukungan antara Jokowi dengan pesaingnya, Prabowo semakin mengecil karena elektabilitas Prabowo justru semakin meningkat.
"Elektabilitas Prabowo tidak terganggu dengan isu pelanggaran HAM. Elektabilitasnya lebih tinggi di kalangan masyarakat yang tahu tentang isu pelanggaran HAM yang dikaitkan dengan Prabowo dibandingkan dengan yang tidak tahu dan kebanyakan dari mereka yang tahu itu adalah kalangan kelas menengah," jelas Burhanuddin.

"Bagi kalangan kelas menengah itu artinya isu pelanggaran HAM yang dikaitkan dengan Prabowo tidak penting untuk jadi pertimbangan. Ini yang saya sebut anomali kelas menengah," tambahnya.

Dalam survei top of mind, Jokowi masih unggul namun posisi Prabowo semakin mendekat. Elektabilitas Jokowi turun dari survei bulan Maret 2014, yang saat itu mendapatkan 32,5 persen, sementara Prabowo pada saat itu baru di angka 11,4 persen. Lalu elektabilitas Jokowi turun lagi sebesar 31,8 persen sedangkan Prabowo menyusul di bawahnya dengan 19,8 persen.

"Dukungan terhadap Prabowo kuat di wilayah kota dengan tingkat pendapatan pemilih di atas Rp1 juta sedangkan benteng pertahanan Jokowi di desa," terang Burhuddin.

"Untuk mendongkrak tren turun ini, tim Jokowi butuh energi tiga kali lipat," tambahnya.
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, jumlah masyarakat yang menginginkan pemimpin jujur semakin berkurang. Pada tahun 2013 menunjukkan 60 persen masyarakat memilih pemimpin jujur namun pada tahun 2014 menjadi 40 persen.


Akibat kampanye hitam itu pasangan Jokowi Widodo – Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 hanya menang tipis terhadap Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Recent Posts