Derasnya serangan kampanye negatif dan kampanye hitam
terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden belakangan ini menunjukkan
buruknya mutu politikus kita. Fitnah dan kebencian dihidangkan setiap hari. Tak
cuma di panggung terbuka, tapi juga menyusup hingga ke
ruang-ruang private. Tak hanya dikemas dalam kata-kata penuh siasat, dusta
pun disampaikan secara vulgar dan kasar. Inilah risiko melalui sebuah proses
demokrasi dalam suatu negara.
Pendapat itu
dikemukakan oleh Yuliandre Darwis, Dosen Komunikasi FISIP Universitas Andalas
di laman padangekspres.
Ia mengatakan, negative campaign dan black
campaign memang bukan monopoli Indonesia. Juga bukan monopoli negara
berkembang. Pemilu di Amerika Serikat, negeri yang disebut sebagai kampiun
demokrasi di dunia, juga diwarnai dua jenis kampanye semacam itu.
Negative campaign adalah jenis kampanye yang
mengeksploitasi sisi-sisi kelemahan dan sisi-sisi kelam seorang kandidat. Bisa
menyangkut dirinya, bisa pula menyangkut keluarga dan pendukungnya. Bisa
menyerempet visi, bisa pula menyenggol pendapat dan perilakunya. Sedangkan black campaign adalah serangan dengan
mengungkap sesuatu yang tak faktual, cenderung pada fitnah atau tuduhan yang
sulit dibuktikan.
Barack Husein Obama adalah kandidat presiden AS yang paling
banyak mendapat serangan kampanye negatif dan kampanye hitam waktu itu. Nama
Husein pada nama tengah Obama dieksploitasi. Husein adalah nama ayahnya. Nama
Husein ini diidentikkan dengan nama seorang muslim.
Ayah Obama memang dari keluarga muslim di negeri asalnya di
Afrika. Di negeri yang mayoritas beragama Kristen, tentu saja merupakan suatu
anomali jika seorang muslim bisa menjadi presiden. Walau suku, agama, ras, dan
asal-usul bukan merupakan kesesatan dalam demokrasi, namun dalam praktik hal
itu bukan sesuatu yang mudah.
Karena itu agama Obama menjadi isu politik di negeri
tersebut. Kewarganegaraan Obama juga sempat menjadi isu. Ini terutama karena ia
pernah tinggal di Indonesia dan berayah tiri orang Indonesia. Yang paling lucu
adalah mempersoalkan pendidikan Obama yang pernah sekolah di SD Negeri di
Menteng, Jakarta Pusat. Indonesia sebagai negeri yang pernah didera terorisme
menjadi bahan eksploitasi masa sekolah Obama.
Kita bersyukur di media mainstream jenis kampanye
buruk itu tak begitu menjadi warna. Tapi justru menyebar di media sosial,
seperti Twitter dan Facebook. Itu yang membuat
sebagian netter mulai muak. Apalagi kemudian berkembang menjadi isu
dari mulut ke mulut.