Jumat, 18 Juli 2014

Derasnya Kampanye Negatif Menunjukkan Buruknya Kualitas Politikus

Derasnya serangan kampanye negatif dan kampanye hitam terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden belakangan ini menunjukkan buruknya mutu politikus kita. Fitnah dan kebencian dihidangkan setiap hari. Tak cuma di panggung terbuka, tapi juga menyusup hingga ke ruang-ruang private. Tak hanya dikemas dalam kata-kata penuh siasat, dusta pun disampaikan secara vulgar dan kasar. Inilah risiko melalui sebuah proses demokrasi dalam suatu negara.


Pendapat  itu dikemukakan oleh Yuliandre Darwis, Dosen Komunikasi FISIP Universitas Andalas di laman padangekspres.

Ia mengatakan, negative campaign dan black campaign memang bukan monopoli Indonesia. Juga bukan monopoli negara berkembang. Pemilu di Amerika Serikat, negeri yang disebut sebagai kampiun demokrasi di dunia, juga diwarnai dua jenis kampanye semacam itu.

Negative campaign adalah jenis kampanye yang mengeksploitasi sisi-sisi kelemahan dan sisi-sisi kelam seorang kandidat. Bisa menyangkut dirinya, bisa pula menyangkut keluarga dan pendukungnya. Bisa menyerempet visi, bisa pula menyenggol pendapat dan perilakunya. Sedangkan black campaign adalah serangan dengan mengungkap sesuatu yang tak faktual, cenderung pada fitnah atau tuduhan yang sulit dibuktikan.

Barack Husein Obama adalah kandidat presiden AS yang paling banyak mendapat serangan kampanye negatif dan kampanye hitam waktu itu. Nama Husein pada nama tengah Obama dieksploitasi. Husein adalah nama ayahnya. Nama Husein ini diidentikkan dengan nama seorang muslim.

Ayah Obama memang dari keluarga muslim di negeri asalnya di Afrika. Di negeri yang mayoritas beragama Kristen, tentu saja merupakan suatu anomali jika seorang muslim bisa menjadi presiden. Walau suku, agama, ras, dan asal-usul bukan merupakan kesesatan dalam demokrasi, namun dalam praktik hal itu bukan sesuatu yang mudah.

Karena itu agama Obama menjadi isu politik di negeri tersebut. Kewarganegaraan Obama juga sempat menjadi isu. Ini terutama karena ia pernah tinggal di Indonesia dan berayah tiri orang Indonesia. Yang paling lucu adalah mempersoalkan pendidikan Obama yang pernah sekolah di SD Negeri di Menteng, Jakarta Pusat. Indonesia sebagai negeri yang pernah didera terorisme menjadi bahan eksploitasi masa sekolah Obama.

Kita bersyukur di media mainstream jenis kampanye buruk itu tak begitu menjadi warna. Tapi justru menyebar di media sosial, seperti Twitter dan Facebook. Itu yang membuat sebagian netter mulai muak. Apalagi kemudian berkembang menjadi isu dari mulut ke mulut.

Recent Posts