Kamis, 17 Juli 2014

Kampanye Pilpres 2014 Terburuk Sepanjang Sejarah

Kampanye yang diluncurkan oleh kedua belah pihak dalam Pilpres 2014 dinilai sebagai  yang paling buruk dalam sejarah pemilu di Indonesia. Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Ikrar Nusa Bhakti menilai kampanye pilpres 2014 adalah puncak terburuk pelaksanaan kampanye sejak pemilu pertama tahun 1955.

“Kampanye pemilu tahun ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Segala cara dihalalkan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (15/7/2014).


Dia melihat,masing-masing kubu menggunakan isu SARA, hingga penggunaan bahasa yang tidak sopan untuk menghujat satu calon. “Ini kemunduran bagi bangsa kita. Mudah-mudahan hanya satu kali ini saja terjadi,” harapnya.

Dia mengemukakan sejumlah bukti buruknya pelaksanaan kampanye dalam pilpres kali ini. Di antaranya, banyaknya kampanye hitam yang dijual kandidat, bahkan dengan mempekerjakan tim professional untuk melaksanakan kampanye hitam.

Dia mengatakan meski kedua kubu capres-cawapres berperilaku tidak patut dalam kampanye, justru masyarakat tidak terpancing. Media sosial dan kedewasaan masyarakat telah membuat kampenye hitam dan perilaku buruk dalam berkampanye tidak terlalu berpengaruh. Ikran berharap kedewasaan masyarakat itu bisa terus dipupuk dan dipertahankan, dengan memberikan contoh berpolitik yang santun.

Aliansi Peduli Pemilu Damai (APPD) Solo Raya menyesalkan perhelatan akbar pesta demokrasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 semakin memanas. Dibandingkan periode sebelumnya, penyelenggaraan pilpres kali ini bisa dikatakan terburuk.

Ketua APPD Solo Raya Agus Kiswadi menilai, kedua kandidat tidak memberikan pendidikan berpolitik yang baik terhadap rakyatnya sendiri. Sebaliknya, kedua capres tersebut malah lebih memilih berseteru.

"Pilpres kali ini jauh lebih buruk daripada pilpres saat SBY terpilih menjadi presiden. Kedua capres tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Bahkan sudah melebar dari alur visi dan misi pasangan," ungkap Agus yang juga Ketua Umum Yayasan Keluarga Besar Soeharto Indonesia (YKBSI), Solo, Jawa Tengah, Kamis (3/7/2014).

Menurut Agus, perseteruan yang lebih ditonjolkan keduanya tersebut dibanding harus memaparkan visi dan misi keduanya, membuat rakyat menjadi bingung dan tak mengetahui apa sebenarnya visi dan misi yang dibawa kedua capres tersebut bila terpilih menjadi presiden. "Saat SBY terpilih, rakyat tahu apa visi dan misi yang dibawa SBY untuk memimpin negeri ini. Lah, kalau ini, coba saja lembaga survai turun ke lapangan untuk tanya apa visi dan misi para capres diketahui rakyat. Rakyat justru tahunya mereka (capres) berdua berseteru, kampanye hitam, obor rakyat, dan apa lagi," ujarnya.

Untuk itu Agus meminta agar para capres bisa mengintruksikan kepada tim suksesnya agar lebih menonjolkan visi dan misi dibandingkan merancang kampanye hitam saling menjatuhkan. "Hentikan kampanye hitam, saling menyerang. Kalau bicara masalah kekurangan, semua manusia punya kekurangan tak hanya kedua capres," pungkasnya.

Kampanye hitam menjelang pemilihan presiden di sosial media memang begitu gencar, bahkan jumlahnya pun cukup signifikan. Padahal kampanye hitam tersebut sangatlah meresahkan karena berisi fitnah, berita bohong yang menjelekan salah satu calon presiden.

Jokowi Paling Banyak Mendapat Serangan
Politicalwave sebagai salah satu lembaga pemerhati sosial media, menyatakan dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir atau 10 hari menjelang pelaksanaan Pilpres 9 Juli lalu-lintas kampanye hitam banyak terlihat. "Antusiasme publik di media sosial sangat tinggi. Sehingga banyak kampanye di media sosial yang melanggar, baik kampanye hitam maupun kampanye negatif," ujar Direktur politicalwave Jose Rizal saat ditemui di gedung YPK, Jalan Naripan Bandung, Rabu (2/7/2014).

Dari hasil pantauannya di media sosial, selama masa kampanye, banyak berseliweran mulai dari kampanye positif, kampanye negatif dan kampanye hitam. "Kampanye negatif agak mending, faktanya ada hanya memang menjadi citra negatif. Yang kampanye hitam inilah yang bahaya karena tidak berdasar fakta," ujarnya.

Dalam pantauan politicalwave, pasangan Jokowi-JK diukur dari sosmed  mendapatkan sekitar 94,9 persen kampanye hitam. Dan yang negatif 5,1 persen. Sementara untuk Kampanye negatif terhadap Prabowo-Hatta hanya 86,5 persen, dan kampanye hitamnya sekitar 13,9 persen. "Jadi Jokowi paling banyak mendapat kampanye hitam," ujar Jose.

Dijelaskan Jose, faktor postingan di twitter dan facebook yang menjadi rujukan para pengguna sosmed biasanya media online. Namun menjelang Pilpres ini banyak media online baru yang suka menyebarkan link tentang kampanye negatif atau kampanye hitam sekalipun. "Penelitian kami, banyak media online yang baru dan tidak jelas, yakni yang berafiliasi ke parpol atau capres tertentu. Bukan yang kredibel," katanya.

Jose berharap menjelang hari tenang publik di media sosial berhenti melakukan kampanye negatif dan kampanye hitam. "Kami berharap publik media sosial berhenti melakukan kampanye yang merugikan bangsa ini, pemilu tidak lebih berharga dari stabilitas keamanan negara ini," katanya. (dikumpulkan dari berbagai sumber)

Artikel Terkait:
Derasnya Kampanye Negatif Menunjukkan Buruknya Politikus
Kampanye Hitam Sebabkan Jokowi Hanya Menang Tipis dalam Pilpres
Konsultan Kampanye Pilpres dari AS Rob Allyn
Quick Count Kredibel VS Non Kredibel
Pilpres Indonesia dalam Liputan Media Internasional
Asosiasi Keluarkan Pembuat Quick Count Yang Tak Mau Diaudit


Recent Posts