Kamis, 17 Juli 2014

Pilpres dalam Liputan Media Internasional

Media internasional menaruh perhatian besar terhadap pemilihan presiden di Indonesia yang berlangsung pada Rabu (9/7/2014). Berbagai media di Amerika, Eropa, Australia, Asia dan Afrika ramai-ramai memberikan ulasannya. Media itu umumnya menggambarkan bahwa persaingan antara kedua kandidat: Joko Widodo dan Prabowo Subiyanto pilpres berlangsung ketat dengan merujuk pada berbagai hasil survei di dalam negeri.

New York Times, Sabtu lalu, yang merupakan hari terakhir kampanye, membuat laporan bahwa setelah serangkaian serangan yang bersifat pribadi, Pilpres Indonesia akan berlangsung ketat. Harian itu mengutip sejumlah praktik kampanye negatif dan kampanye hitam serta berbagai hasil survei di dalam negeri sebagai bahan laporannya. Tuduhan bahwa Joko Widodo seorang keturunan Tionghoa dan beragama Kristen juga dikutip harian itu sebagai contoh kampanye hitam.

Media internasional juga menulis pemanfaatan media sosial oleh berbagai kalangan untuk
mengkampanyekan masing-masing capres. Matt O’Neil menyebut telah terjadi ‘social media elections’
di mana kandidat presiden, para pelobi politik dan LSM menciptakan cara-cara inovatif menggunakan
media sosial mempromosikan kepentingan dan bahkan mencegah korupsi (abc.net.au, 2/7).
Kendati demikian, media sosial juga telah digunakan untuk menyebarkan kebencian kepada
capres, selain kebencian pada warga negara yang berbeda latar belakang budaya, agama, kepercayaan,
pendidikan, tingkat ekonomi.


Yang ramai menjadi sorotan media internasional, termasuk media dari Jerman adalah cara Dhani mengkampanyekan Prabowo, dengan menggunakan seragam ala pemimpin Nazi. Kampanye tersebut dibuat lewat media video. Ulah Dhani mendapatkan kecaman dari seluruh penjuru dunia. Dalam permohonan maafnya Dhani mengatakan, penggunaan seragam Nazi dilakukan
tanpa berpikir panjang dan kini ia belajar dari ulahnya. Tapi, seolah lupa dengan permintaan
maaf serta berbagai kritik dari dalam dan luar negeri Dhani malah menyerang media internasional dengan mengatakan 'media Barat yang bodoh perlu pendidikan kebebasan dalam seni..apapun yang
saya pakai adalah hak saya sebagai artis.' (Tito Ambyo, theguardian.com, 1/7).

Media Australia, Sydney Morning Herald, melaporkan hal yang sama bahwa pilpres kali ini bakal berlangsung sengit. Untuk mengantisipasi kemenangan Prabowo media Australia memberitakan pencabutan larangan mendapatkan visa bagi Prabowo

Sementara itu, CNN pada Rabu ini membuat laporan yang melihat pilpres kali ini merupakan pertarungan antara seorang tentara dan seorang salesman. "Latar belakang kedua calon, yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo, sangat kontras. (Joko) Widodo, seorang mantan penjual (salesman) mebel yang muncul menjadi pusat perhatian nasional terkait kerjanya sebagai wali kota, dan Prabowo, seorang militer yang punya jaringan bagus," lapor CNN dalam situsnya.

Richard C Paddock menulis di TheWall Street Journal (wsj.com, 1/7), Prabowo (62
tahun) telah membangun kembali dirinya sebagai pengusaha yang sukses, temperamental dan
pendiri sebuah parpol. Pesaingnya adalah Joko Widodo (53), Gubernur DKI Jakarta yang merakyat,
sederhana, berbeda tajam dengan mantan jenderal yang kaya.


Adapun Al Jazeera, Selasa kemarin, menurunkan laporan bahwa agama dapat menjadi kuda hitam dalam pilpres ini. Media itu menyoroti bahwa kampanye pilpres telah diwarnai oleh ketegangan berbau agama.

Mengapa Pilpres Indonesia penting di mata dunia? Media Inggris,Guardian, memberi jawaban bahwa ada setidaknya lima alasan Pilpres Indonesia menjadi penting.

Pertama, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Ada 187 juta warga yang punya hak pilih, termasuk 67 juta pemilih pemula. Lebih penting lagi, pilpres hari ini menjadi momen pertama bahwa kekuasaan akan diserahkan dari seorang pemimpin yang dipilih langsung ke pemimpin yang dipilih langsung berikutnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan presiden pertama Indonesia yang dipilih secara langsung.

Alasan kedua dari Guardian, dalam laporannya yang diturunkan pada hari Senin, adalah ekonomi Indonesia yang sehat. Guardian mencatat, secara ekonomi, posisi Indonesia semakin penting. Walau sempat lumpuh akibat krisis keuangan Asia pada 1998, dewasa ini Indonesia merupakan negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara, anggota G-20, dan salah satu negara dengan kinerja ekonomi terbaik secara global.

Di antara anggota Mints (Maroko, Indonesia, Nigeria, dan Turki), yang merupakan sebuah kelompok baru negara-negara eknomi berkembang, perekonomian Indonesia diproyeksikan menjadi yang terbesar ketujuh secara global pada 2030. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia telah kembali ke kategori layak investasi, dan mempertahankan pertumbuhan berkelanjutan yang kuat sepanjang resesi global, terutama didukung oleh konsumsi domestik yang sehat. Namun, sekitar 32 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Alasan ketiga adalah masyarakat Indonesia yang dinamis. MenurutGuardian, saat kudeta militer merusak stabilitas politik Thailand, dan Malaysia serta Singapura berkutat dengan persoalan hanya satu partai yang berkuasa, transisi demokrasi di Indonesia sebagian besar telah dipuji sebagai suatu hal yang sukses. Sejak jatuhnya Soeharto, Indonesia telah berubah dari pemerintahan terpusat ke demokrasi yang riuh. Walau pembelian suara dan politik uang telah merusak pemilihan sebelumnya, pemilihan umum di Indonesia sebagian besar bebas dan adil dengan masyarakat sipil yang dinamis serta memiliki kehidupan pers yang paling bersemangat dan penting di Asia.

Alasan keempat, menurut Guardian, adalah Islam yang moderat. Dengan jumlah penduduk 240 juta orang, dan 90 persen di antaranya Muslim, Indonesia bersama Turki sering dilihat sebagai contoh kompatibilitas demokrasi dan Islam. Walau Timur Tengah dapat menjadi pusat gravitasi dunia Islam, Indonesia memiliki lebih banyak Muslim dibanding semua wilayah itu.

Sejak jatuhnya Soeharto, ketika kebebasan politik dan agama dibatasi, demokrasi dan Islam telah berkembang pesat. Menurut Guardian, Muslim Indonesia umumnya mempraktikkan Islam yang moderat, dan selama beberapa tahun terakhir pemerintah telah bekerja keras untuk melumpuhkan kelompok-kelompok ekstremis, seperti mereka yang berada di balik pengeboman di Bali tahun 2002. Namun, media itu memberi catatan bahwa walau konstitusi Indonesia melindungi kebebasan beragama, koalisi di bawah SBY yang mencakup partai-partai berbasis Islam menunjukkan bahwa intoleransi agama terhadap umat Kristen, Muslim Syiah, dan Ahmadiyah telah meningkat.

Alasan kelima adalah persatuan nasional. Jika siap memainkan peran yang lebih besar di panggung global, secara politik dan ekonomi, maka Indonesia butuh pemimpin yang dapat menyatukan salah satu negara di dunia yang paling beragam. Indonesia merupakan sebuah negara yang membentang di lebih dari 17.000 pulau, dengan ratusan kelompok etnis dan bahasa. Indonesia tetap utuh sejak berdiri pada tahun 1945.Guardian menyebutkan, di dunia global yang dilanda perpecahan, Indonesia menjadi contoh manfaat dari persatuan.

Artikel Terkait:
Kampanye Pilpres 2014 Terburuk Sepanjang Sejarah
Derasnya Kampanye Negatif Menunjukkan Buruknya Kualitas Politikusl
Konsultan Kampanye Pilpres dari AS, Rob Allyn
Quick Count Kredibel Vs Non Kredibel

Recent Posts