Sabtu, 06 April 2013

Partai Demokrat Gagal Mereformasi Diri Lewat KLB Bali

Sby dan Ibas di Arena KLB Bali. tempo.co.id

Pupus sudah harapan masyarakat melihat Partai Demokrat mereformasi dirinya sendiri dalam KLB di Bali yang barusan usai. Partai pemenang pemilu ini tetap saja meneruskan kebiasaan rangkap jabatan di pemerintahan/legislatif dan partai. Dan Partai Demokrat tetap mempertahankan citranya sebagai partai dinasti.


Pelestarian rangkap jabatan terjadi ketika Susilo Bambang Yudhoyono yang sekarang menjabat Presiden RI turun sendiri menjadi Ketua Umum Parta Demokrat. Selain sebagai Ketua Umum, di PD Sby juga merangkap sebagai Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Dewan Pembina.

Rangkap jabatan tak berhenti sampai di situ, Sby menunjuk pejabat aktif, Menteri Koperasi, Syarif Hasan sebagai Ketua Harian. Lalu Wakil Ketua Majelis Tinggi dipegang oleh Ketua DPRD, Marzuki Alie. Posisi Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat yang semula ditempati Andi Malarangeng digantikan Jero Wacik yang sekarang menjabat sebagai Menteri ESDM.

Padahal masih segar dalam ingatan kita semua Sby pernah meminta para menteri dari parpol agar focus ke pekerjaannya sebagai menteri karena adanya gelagat mereka mulai sibuk mempersiapkan pemilu. Tapi kini Sby sendiri yang turun menjadi Ketua Partai, yang berarti ia tidak hanya mengurus bangsa ini tapi juga partainya.

Yang lebih dramatis adalah tampilnya bapak-anak sebagai pemimpin Partai Demokrat. Kalau sang ayah Sby memegang jabatan sebagai Ketua Umum, sang anak Edhie Baskoro Yudhoyono tidak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekretaris Jendral.

"SBY menerima tawaran sebagai Ketua Umum  karena untuk penyelamatan dan konsolidasi partai," kata pimpinan sidang, EE Mangindaan di Hotel Grand Bali Beach, Sanur Bali, Sabtu, 30 Maret 2013. Dalam KLB itu akhirnya Sby terpilih secara aklamasi. 

Sebenarnya kita sudah cukup lega melihat Ibas (Edhie Baskoro Yudhoyono) mau mundur sebagai anggota DPR karena ingin focus ke partai atau juga terjadinya cuci gudang pengurus partai seiring terbongkarnya kasus Hambalang. Tapi dengan susunan pengurus DPP yang baru, kita jadi bertanya-tanya apakah Sby dan orang-orang Partai Demokrat kebingungan sendiri dalam menyikapi perkembangan di tubuh partainya.

Dengan susunan pengurus seperti itu, PD sebenarnya hanya berganti personal saja, tapi sikap, nilai-nilai, dan kultur orang-orangnya masih sama seperti sebelumnya. Kalau mendiang Presiden AS John F. Kennedy punya motto: “Kesetiaan kepada partai berakhir ketika kesetian pada negara dimulai”, maka orang-orang PD tetap berpegang pada prinsip: “Kesetiaan terhadap partai dan kelompok semakin menjadi-jadi ketika kesetiaan terhadap negara dimulai.”

Para pemimpin PD saat ini mulai di daerah sampai tingkat nasional sama sekali tak mendukung reformasi. Seperti diberitakan kompas.com, sebelum berlangsungnya KLB, Wakil Direktur Eksekutif Partai Demokrat M Rahmad mengatakan sudah ada 23 DPD dan 401 DPC yang menyatakan dukungannya supaya Ani Yudhoyono maju sebagai ketua umum. Namun, kata Rahmad, pengurus-pengurus juga mendukung SBY sebagai ketum.

Fenomena ini menunjukan bahwa kebanyakan pimpinan Partai Demokrat di daerah tak memiliki visi bagaimana membangun budaya politik yang modern dan sehat. Mereka masih menginginkan perangkapan jabatan di pemerintahan dan partai yang sangat koruptif. Mereka tampaknya juga mendukung pelestarian politik dinasti dan nepotisme.

Sementara untuk pemimpin nasionalnya terwakili oleh Jero Wacik yang meminta kalau di Indonesia ada pejabat negara yang merangkap jabatan di partai politik jangan terlalu dibesar-besarkan karena di China pejabat juga pengurus partai . Dia lupa kalau China itu negara komunis yang memungkinkan perangkapan jabatan di pemerintahan dan partai. Wacik juga meminta masyarakat jangan berprasangka buruk jika para pejabat negara yang mengurusi partai politik tidak akan fokus bekerja.

sumber: tempo.co.id, kompas.com

Recent Posts