Begitu dilantik menjadi Menteri BUMN, Dahlan Iskan langsung
tancap gas dengan meluncurkan gagasan-gagasan yang revolusioner. Perombakan besar-besaran para personil di
lingkungan BUMN yang dipimpinnya, pembubaran Petral, pembuatan mobil nasional
berbasis listrik, pembatasan penggunaan BBM murah dengan menggunakan tehnologi,
dan gaya memerintah yang populis.
Petral sering disebut-sebut sebagai sarang korupsi.
Perusahaan ini dianggap sebagai ajang para kroni penguasa berbagi rezeki.
Ketika mendapatkan tugas melaksanakan tugas trading untuk induknya, Pertamina,
Petral malah mensubkan pekerjaan ini pada perusahaan-perusahaan swasta. Kontan
orang-orang jadi curiga ada apa dengan semua ini.
Sebagai perusahaan yang melaksanakan tugas trading, Petral
berkewajiban menjual minyak yang diproduksi Pertamina sekaligus melakukan
impor untuk menambal kekurangan produksi BBM di dalam negeri. Tapi pekerjaan
mengimpor BBM ditenderkan (entah beneran atau akal-akalan) kepada
perusahaan-perusahaan swasta.
Masyarakat jadi bertanya-tanya kenapa Petral tak melakukan
pembelian langsung ke produsen. Kenapa harus menggunakan jasa makelar. Percuma
saja Pertamina mendirikan perusahaan trading tapi pekerjaannya diserahkan pihak
lain. Lalu berhembus isu terjadinya berbagai permainan yang merugikan
negara dan masyarakat. Di antaranya BBM yang dibeli Pertamina harganya tinggi,
namun yang diterima masyarakat minyak berkualitas rendah karena sudah dioplos.
Selain itu ketika harga minyak tinggi, Pertamina tak bisa
begitu saja berpindah ke negara yang menjual BBM dengan harga murah. Tak
heran muncul isu ketika Iran menjual minyak dengan harga murah, Indonesia tak
bisa ikut membelinya karena hak mendatangkan BBM dari luar negeri sudah
diserahkan kepada perusahaan-perusahaan lain. Hingga akhirnya pemerintah
memilih opsi menaikan harga BBM yang kemudian mendapatkan tantangan keras
dari masyarakat dan akhirnya batal.
Terus menurunnya produksi BBM di Indonesia ditengarai
karena pengaruh importir-importir minyak tersebut. Mereka tak rela
kehilangan sumber pemasukan yang begitu menggiurkan yang bisa terjadi
kalau produksi BBM dalam negeri terus meningkat. Karena itu mereka akan
melakukan apa saja biar produksi BBM dalam negeri mengalami stagnasi.
Lalu tentang gagasan memproduksi mobil nasional berbasis
energi listrik, tampaknya tk didukung penuh dari sejumlah menteri terkait seperti Menko Ekonomi, Hatta Radjasa, dan Menristek.
Mereka tampaknya punya proyek sendiri berkaitan dengan mobil listrik ini.
Dahlan merangkul para ahli mobil yang pernah bekerja di industry mobil dunia
sedangkan menteri-menteri itu menggandeng LIPI.
Yang terakhir, soal pembatasan bensin untuk mobil pribadi
yang semula akan diberlakukan Juni atau Agustus mundur lagi tahun depan. Dan
setelah kebijakan itu diluncurkan, pemerintah lebih cenderung melakukan
pembatasan pada mobil pemerintah dan dilakukan secara manual dengan menggunakan
stiker.
Tarik ulur ini disinyalir karena tantangan yang keras dari
para importir mobil yang khawatir bisnisnya terganggu karena barang dagangan
mereka harus mengkonsumsi pertamak yang harganya menggunakan standar
internasional. Lobi mereka di pemerintahan sangat kuat karena pemiliknya ada
yang menjadi politisi top di republik ini.
Sedangkan kebijakan Dahlan merombak personal BUMN mulai
tingkat komisaris sampai direksi dan jajarannya ditentang oleh menteri-menteri
ekonomi karena mereka tak dilibatkan. Bahkan Dahlan Iskan mengaku mendapatkan
kartu kuning tiga kali dari pembantu Presiden , Dipo Alam.
Dahlan Iskan mulai mendapatkan simpati masyarakat karena ia
mau turun ke bawah. Misalnya saja turun ke sawah dan menginap di rumah petani
untuk menggali permasalahan BUMN bidang pangan, naik kereta ekonomi untuk
mengetahui kekurangan layanan BUMN transportasi, dan juga membuka pintu tol
ketika terjadi antrean panjang secara spontan.
Sumber: